Yuk, Mengenal September Hitam, Bulan Paling Kelabu dalam Penegakan HAM

LaBumi.id, Bulan September dikenal sebagai bulan paling kelabu dalam penegakan HAM di Indonesia. Banyak peristiwa buruk silih berganti terjadi dalam bulan itu, sehingga banyak aktivis menyebutnya sebagai September Hitam.

September Hitam adalah serangkaian peristwa aib dimana peran negara dipertanyakan. Para korban dan keluarganya terus bertanya dan meminta kejelasan selama berpuluh tahun, hingga sekarang tak menemukan titik terang.

Berikut ini lembaran peristiwanya;

7 September, 2004

Adalah Munir Said Thalib aktivis pembela HAM, diracun dengan obat arsenik dengan dosis tinggi, sehingga merenggut nyawanya. Munir meninggal di atas pesawat dalam perjalanan menuju Belanda pada tanggal 7 September. Para pelaku yang divonis diyakini merupakan orang lapangan, sedangkan aktor intelektual di balik lenyapnya pembela HAM itu tidak diadili. 

12 September, 1984

Tragedi Tanjung Priok yang terjadi pada tahun 1984, bermula dari kelakuan seorang tentara yang memasuki masjid As Sa’adah di Tanjung Priok. Masuk ke dalam masjid tanpa melepaskan sepatunya untuk menghapus sejumlah poster yang berisi kritikan kepada pemerintah.

Bentrokan antara warga setempat dan aparat tak terhindarkan, sehingga menewaskan puluhan orang. Hal itu terjadi ketika keempat warga ditahan dan warga mendesak agar dibebaskan.

Ad hoc pada pengadilan HAM memutuskan bersalah kepada terdakwa pelaku pelanggar HAM. Ketika terdakwa melakukan banding ke Pengadilan Tinggi namun diputus bebas oleh pengadilan. Ketika itulah peran negara gugur karena tidak adanya ganti rugi, apalagi upaya pemulihan kepada para korban.

19 September, 2020

Pembunuhan Pendeta Yeremia, seorang Pimpinan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua terjadi ditanggal itu. Dia dikenal sebagai orang yang vokal mengkritisi kehadiran militer di Hitadipa.

Komnas HAM mencatat ada penyiksaan yang dialami Pendeta Yeremia sehingga berujung kepada kematiannya. Sang Pendeta mengalami tembakan jarak dekat di lengan kiri, dan tindakan kekerasan lain berupa jeratan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan dari korban.

“Kematian pendeta Yeremia dilakukan dengan serangkaian tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa di luar proses hukum atau extra judicial killing,” kata Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Choirul Anam dalam satu acara konferensi pers, pada Senin 2 November 2020 silam.

Istri Pendeta Yeremia menemukan suaminya tertelungkup di kandang babi dengan luka tembak dan tusukan senjata tajam. Sebelum menghembuskan nafasnya, Pendeta Yeremia berkata kepada istrinya bahwa yang menembaknya adalah seorang tentara yang bertugas di Hitadipa.

24-28 September 1999,

Pada tanggal 24-28 September 1999 meletuslah tragedi Semanggi II. Peristiwa itu terjadi pada saat maraknya aksi-aksi mahasiswa menentang  RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI. 

Peristiwa ini terjadi di sejumlah derah seperti Lampung, Medan dan beberapa kota lainnya. 

Aksi-aksi tersebut mendapat represi oleh ABRI (TNI)  sehingga mengakibatkan jatuh korban antara lain, Yap Yun Hap (FT UI), Zainal Abidin, Teja Sukmana, M Nuh Ichsan, Salim Jumadoi, Fadly, Deny Julian, Yusuf Rizal (UNILA), Saidatul Fitria dan Meyer Ardiansyah (IBA Palembang). 

Tim Relawan Kemanusiaan mencatat 11 orang meninggal dan luka-luka 217 orang dalam peristiwa Semanggi II itu.

Peristiwa lainnya dalam tanggal ini, terjadi pada tahun 2019 lalu. Pembahasan RUU Omnibus Law dan sejumlah RUU lainnya yang dianggap sebagai masalah tak pernah melibatkan partisipasi publik sehingga memicu demontrasi nasional besar-besaran di sejumlah kota di Indonesia.

Aksi yang berhadapan dengan represi brutal aparat keamanan, menyebabkan 5 orang peserta massa aksi meninggal dunia, di antaranya; Yusuf Kardawi, Imawan Randi, mahasiswa dari kampus Halu Oleo, yaitu Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah serta Bagus Putra Mahendra.

26 September 2015

Pada tanggal ini, terjadi peristiwa yang tak bisa dilupakan oleh aktivis lingkungan, yaitu terbunuhnya Salim Kancil. Dia dihabisi oleh sekelompok preman karena menolak keras penambangan pasir ilegal di daerah Lumajang, Jawa Timur. 

Para preman yang identitasnya terbongkar belakangan merupakan orang suruhan Kades Selok Awar-Awar. Meski pelakunya divonis 20 tahun penjara, namun pelaku pidana pencucian uang, penerima manfaat seperti pejabat, broker serta pembeli pasir sama sekali tidak diangkat di meja persidangan.

30 September 1965

Tanggal di atas, terjadi di tahun 1965. Peristiwa 65, dan 66 diketahui sebagai peristiwa pembunuhan yang sadis dan barbar sepanjang sejarah. Pihak yang sedianya bertanggung jawa kepada para keluarga korban justru membiarkan mereka berjuang sendiri.

Pada saat kegagalan kudeta pada tanggal 30 September 1965, pimpinan tinggi militer Mayor Jenderal Soeharto melancarkan serangan sistematis terhadap kelompok yang disangkakan komunis, dan kelompok kiri lainnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *