Labumi.id, Penggunaan Ejaan Bahasa Madura di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, sampai saat ini masih menjadi polemik yang belum terpecahkan. Sebab di sejumlah sekolah masih menggunakan dua Ejaan sekaligus, yaitu ejaan tahun 1973 dan ejaan yang sudan disempurnakan.
Tim Perlindungan dan Pengembangan Bahasa Madura (Pangara) pagi tadi sekira pukul 10.00 WIB, mendatangi gedung DPRD Kabupaten Sumenep, tepatnya di Ruang komisi Vl. Kedatangan mereka dalam rangka mempertegas penggunaan ejaan bahasa Madura yang dianggapnya inkonsisten dalam penerapan berbahasa dan menimbulkan kebingungan.
Koordinator Pangara Sumenep, Syaf Anton WR menjelaskan dua ejaan yang digunakan yaitu hasil dari sarasehan tahun 1973 dan hasil dari Kongres tahun 2008.
Menurut Anton, pengajaran bahasa Madura di beberapa sekolah dengan dua ejaan tersebut niscaya akan membuat siswa kebingungan dalam prakteknya.
“SD sampai SMP di Sumenep menggunakan Ejaan ’73, sedangkan untuk SMA menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) 2008,” ungkapnya.
Sastrawan berambut gondrong ini menuturkan bahwa saat ini di tiga Kabupaten di Madura, yakni Pamekasan, Sampang dan Bangkalan sudah menggunakan EYD 2008, sedangkan di Sumenep tetap bertahan dengan Ejaan 1973.
Padahal dalam Peraturan Gubernur (Pergup) Nomor 19 Tahun 2014 pasal 9 ayat (1) dan (2) tentang Kurikulum bahasa daerah, tentang Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) hasil konsinyasi yang saat ini dipakai.
Tidak hanya itu dalam pasal 13 ayat (2) dijelaskan tentang pelaksanaan pembelajaran Bahasa Daerah di Sekolah/Madrasah merupakan tanggungjawab KKG dan MGMP, tambahnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, Carto, mengatakan secepatnya akan segera menindaklanjuti persoalan ini agar segera menemukan titik temu. Diakuinya terdapat dua versi dalam penggunaan Ejaan Bahasa Madura di Sumenep.
“Saya masih belum tahu persis sejarahnya, cuma saat ini Disdik punya tim Nabara, sedangkan yang ini kan dari tim Pangara. Oleh karena itu, dua tim ini harus ketemu untuk membahas dan menyelesaikan polemik ini,” ujarnya.
Disinggung soal anggaran dalam pembuatan bahan ajar di sekolah, mantan Kepala Disparbudpora ini menyatakan, sejauh ini tidak ada anggaran, hanya inisiatif dari tim pengembangan bahasa Madura. (Khairul Amin)