Labumi.id-Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumenep menyelenggarakan “Halaqah Pesantren Ramah Anak (Revitalisasi Peran Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga pengasuhan ramah anak),” Selasa 30 April 2024. Acara ini dilaksanakan di Aula PLHUT Kemenag Sumenep, dan dihadiri oleh peserta dari 50 pesantren yang ada di Kabupaten Sumenep.
Halaqah ini langsung dibuka oleh Kepala Kemenag Sumenep KH. Abdul Wasid, M.Pd.I, kemudian secara bergiliran Ketua PCNU Sumenep KH. A. Pandji Taufiq, dan Ketua RMI PCNU Sumenep K. Ubaidilah Tsabit, MA, mengulas pentingnya halaqah tersebut dari kacamata Keynote Speaker.
Pada halaqah pesantren ramah anak ini dua pakar pada disiplinnya masing-masing didatangkan yakni, Dr. Zamzami Tsabiq, M.Psi Ketua Himpunan Psikolog Sumenep dan Dr. Rusmiyati, M.Pd Ketua PLBK dan Dosen Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumenep.
Dalam pidatonya Kepala Kantor Kemenag Sumenep, KH. Abdul Wasid, menjanjikan jika pihaknya kedepan akan membentuk tim konselor di pesantren-pesantren di Kabupaten Sumenep. Langkah ini diambil untuk memperkuat integrasi pendidikan dan kenyamanan santri di lingkungan pesantren.
Upaya tersebut, menurutnya juga dimaksudkan untuk merespons perkembangan teknologi yang semakin pesat dan perubahan pola pembelajaran di era digital dewasa ini.
Dia menyampaikan seluruh peserta dari sejumlah pesantren yang diundang diharapkan berperan aktif serta membentuk dan berkomitmen bersama, pengasuh dan pengurus agar membentuk tim konselor pesantren yang bertugas memberikan solusi terhadap keluh kesah santri yang sifatnya pribadi, termasuk masalah-masalah pola pengasuhan pesantren.
Kepala Kemenag juga menegaskan bahwa tujuan penting dari konselor pesantren untuk menepis opini yang terjadi di masyarakat yang tidak menyukai pesantren, bahkan menjelek-jelekkan, ataupun menyangkal framing pemberitaan buruk kepada pesantren.
Selain itu, Abdul Wasid menyampaikan tujuannya untuk memperkuat fondasi kesantrian, sebagai tanggungjawab santri terhadap pesantrennnya masing-masing. Bagaimana santri ikut andil menjadi dan memberikan alternatif yang positif.
Langkah ini menurut dia, diharapkan dapat memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan Islam yang lebih progresif dan relevan dengan tuntutan dan semangat zaman.
“Karena memang persoalan hari ini agak kompleks, sehingga saya kira penting untuk membentuk tim konselor untuk menjadi tempat curhatnya para santri atau anak-anak agar nyaman belajar dan beraktivitas di dunia pesantren,” sambungnya.
Abdul Wasid juga mengatakan perihal tantangan dunia pesantren khususnya di Kabupaten Sumenep. Dikatakan bahwa hari ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bahwa yang masuk ke pesantren pasti memiliki latar belakang berbeda. Baik secara sosial, ekonomi, budaya, dan karakternya.
Bisa saja, menurutnya ada hal-hal dan dugaan yang terjadi di pesantren. Pihaknya memiliki ancang-ancang mengantisipasi hal itu. Bagaimanapun caranya, dia berkomitmen agar pesantren bisa benar-benar memperkuat.
“Juga betul-betul bisa menjadi suatu lembaga pendidikan yang nyaman bagi anak-anak,” tegasnya.
Dia berharap melalui dilaksanakannya Halaqah pesantren ramah anak dan adanya konselor pesantren tersebut nantinya dapat memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan Islam yang progresif dan relevan dengan tuntutan zaman.
“Dengan memanfaatkan teknologi informasi, pesantren diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan agama serta memperluas jangkauan dan dampaknya terbaiknya terhadap masyarakat luas,” harapnya.
Sementara itu pemateri Dr. Zamzami Sabiq, dalam presentasinya mengungkapkan, untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, pesantren di Sumenep khususnya, harus mulai memperkuat peran mereka sebagai lembaga pendidikan dan pengasuhan yang tidak hanya mengutamakan aspek keagamaan, tetapi juga memperhatikan perkembangan holistik anak-anak.
“Pada puncaknya, revitalisasi peran pesantren ini bukan sekadar transformasi fisik, tetapi juga perubahan paradigma dalam pendekatan pendidikan dan pengasuhan,” Kata Zamzami disela-sela materinya.
“Selain itu, pesantren juga harus memulai memperhatikan aspek pengasuhan dalam pendekatan mereka. Bukan hanya sekadar tempat belajar, pesantren menjadi lingkungan yang mendukung perkembangan emosional, sosial, dan spiritual anak-anak,” tandasnya.