Mengenaskan, Kemiskinan di Madura 10 Kali Lipat Dibandingkan Bali

Labumi.id, Ekonom sekaligus akademisi Didik Junaidi Rachbini menyikapi level kemiskinan di Madura 10 kali dibandingkan Bali.

Dia menegaskan argumentasinya ini dalam Halal Bihalal Spesial 2020, Keluarga Madura Lintas Provinsi dan Negara yang diinisiasi Yayasan Gasisma Cendikia Madura Bogor melalui kanal Youtube https://www.youtube.com/watch?v=vHOLGQfpiwQ, kemarin.

Menurut dia, kemiskinan di Madura paling tinggi berada di Sampang dan Bangkalan, berkisar antara 21 sampai 20 persen, atau antara 19 sampai 20 persen. Didik membandingkan tingkat kemiskinan paling kecil di Bali 23 persen.

“Apa artinya itu semua, artinya kemiskinan di Madura hampir 10 kali dari Bali,”kata Didik dalam pertemuan daring itu.

Jadi kemiskinan kalau ditambah lagi dua kali lipatnya itu ukuran negara lain kemiskinan itu bisa lebih separuh dari orang Madura miskin.

Nah, kata pengajar pasca UI yang asli Pamekasan ini, hal tersebut merupakan pekerjaan terberat yang harus dipanggul oleh mereka yang berwenang. Terutama bupati, karena mereka yang memiliki wewenang anggaran APBD.

“Bupati memiliki anggaran triliunan. Bahkan kalau bisa berkomunikasi dengan pemerintah pusat, akan lebih banyak lagi kucuran yang bisa dilakukan,”paparnya.

Mantan Pendamping Hidayat Nur Wahid sebagai Wakil Gubenur DKI Jakarta dalam Pilgub 2012 ini mencontohkan yang terjadi dengan kampus Universitas Trunojoyo Madura (UTM) sebelum jadi negeri. Ketika itu, pada tahun 2000, dalam pertemuan ekonomi masih berada di angka nol persen. Dan kampus UTM jumlah mahasiswanya hanya 200 orang.

“Artinya, jumlah mahasiswanya setiap jurusan hanya bisa dihitung dengan jari, 7 biji, dan 10 biji,” terangnya.

Melihar masalah tersebut, Didik mengaku dengan beberapa dosen mencari solusinya, agar segera dinegerikan. Sayangnya upaya itu ditolak oleh Sumantri Brojonegoro yang saat itu berpikir seluruh negeri sekalipun bahkan akan diswastakan agar mandiri.

Untungnya cerita Didik, saat itu ada Pak Mahfud MD yang saat itu sebagai Menteri membawa ke Gus Dur yang langsung ditandatangani oleh beliau tanpa persetujuan Menteri lainnya.

“Ketika itu baru kucuran anggaran didapatkan dari pusat, sehingga ada gedung tinggi di tengah sawah di Madura,”ungkap Didik.

Namun hal tersebut, menurut Didik tidaklah cukup. Karena angka kemiskinan yang tengah dihadapinya masih sangat tinggi. Di Jawa Timur tingkat kemiskinan berada dibawah 10 persen.

“Menurut saya, ini harus diperbaiki. SDM Madura harus dibangun.

Dulu, ketika masih tahun 70an kata Didik, Yogyakarta merupakan provinsi termiskin di Indonesia. Masih banyak busung lapar dan tengkorak bergerak di jalan-jalan. Namun karena kepemimpinan

Sultan yang baik, sekarang menjadi provinsi yang sejahtera. Investasi masuk, dan gedung-gedung terbesar yang mengakomodasi ribuan itu ada di Yogyakarta dan pariwisatanya berkembang dengan pesat.

“Jadi tidak mungkin Pak Bupati, Madura dibangun hanya dengan APBD. Itu tidak mungkin,”tandasnya.

Bahkan dia pernah memanggil sahabatnya konglomerat nomer 4 di Indonesia untuk berinvestasi di Madura. Kemudian, Didik mengaku merasa kaget karena si konglomerat ini menolak dengan mengatakan karena berisiko dengan keamanan dan banditnya yang banyak.

Kemudian dia mengajak untuk membandingkan jembatan Suramadu dan Fransisco. Pada saat dibangun infrastruktur di ujung yang satu dibangun gedung-gedung tinggi, sehingga semua investasi akan tertarik dan diujung satunya juga persis sama.

Sekarang, lanjut Direktur INDEF dan Ketua Yayasan Paramadina ini yang terjadi dengan pembangunan di Madura terkendala dengan karakter. Mulai dari persoalan keamanan, pemimpin, dan masyarakat. Investasi di Madura yang ada kini banyak ditarik karena faktor keamanan yang sangat buruk. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *