Sumenep, Labumi.id ; Jika anda pernah berziarah ke sejumlah objek wisata religi di Sumenep, maka tidaklah lengkap jika belum pernah berkunjung ke Masjid Jamik. Masjid yang konon dibangun 1779 Masehi atau 1193 di masa panembahan Somala ini tidak ada duanya dibumi Nusantara.
Tidak hanya unik, bangunan yang khas Eropa ini sangat eksotis dan syarat akan sejarah berbagai budaya sekaligus bukti Peradaban Muslim Tionghoa di Kabupaten ujung Timur Pulau Madura. Dari sisi arsitektural, Masjid Jamik mengkomparasikan berbagai kebudayaan, Jawa, Madura, Eropa, China, bahkan Arab dan Persia.
Sejarawan asal Sumenep, Tajul Arifin menerangkan, bangunan Masjid Jamik menjadi bukti adanya akulturasi kebudayaan pada masa silam di bumi Sumekar. Lang Pianghua, arsitek asal Bangsawan China yang mendapat titah Panembahan Somala kala itu mengkolaborasikan berbagai kehidupan sosial budaya yang berkembang diwujudkan dalam arsitektur Masjid Jamik.
Bagian Pintu Gerbang Masjid dibangun mirip klenteng dan cungkup utama yang duduk diatas bangunan, menurun pada sisi kanan dan kiri tidak ubahnya lekukan tembok china. Ventilasi bangunan dibuat bundar dihiasi ornamen layaknya matahari bersinar.
Kemudian, sabuk bangunan yang memisahkan cungkup dan bangunan lantai dua diberi ornamen bergaya Eropa, berupa seni swastika sepanjang tangga kiri dan kanan. Sementara bagian bangunan utama masjid, disangga sembilan tiang sebesar dua pelukan lengan orang dewasa, menjadi penyangga jati balok persegi empat dengan ukuran besar menunjukkan keistimewaan bangunan.
Disamping itu, Masjid Jamik memiliki dua mihrab mengapiti tempat imam shalat dan dilapisi keramik China. Pada pucuk mihrab berbentuk cungkup, terdapat hiasan dua mata pedang, yang disamping kanan-kirinya dihiasi ukiran pahat batu berupa bunga. Bahkan, pada daun pintu masjid, terdapat ukiran kayu dengan motif kembang nan indah, mirip sebuah piktograf atau ukiran yang bisa dikidungkan dan bercerita.
”Karena eksotika dan keunikan arsitektural inilah Masjid Jamik menjadi salah satu aikon wisata religi Sumenep yang banyak dikunjungi wisatawan baik lokal maupun manca negara,” ungkap Tajul.
Hingga saat ini, arsitektur bangunan Masjid Jamik tidak satupun yang dirubah. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keutuhan perdaban budaya masa lampau yang tergambar dalam Masjid Jamik. ”Untuk itu, kami di kepengurusan Takmir Masjid Jamik Sumenep tetap berupaya mempertahankan dan memelihara bentuk arsitektur bangunan. Tidak ada yang dirubah seperti ratusan tahun silam,” terang Ketua Takmir Masjid Jamik Sumenep, Husin Satriawan.
Selain dapat menikmati eksotika bangunan, Peziarah yang datang ke Masjid Jamik juga dapat berkunjung ke Asta Tinggi atau pesarenan Raja-Raja Sumenep dan Musium Kraton yang lokasinya juga berada dikawasan Kota. Dan taman Adipura yang berhadap-hadapan dengan masjid Jamik melengkapi keindahan salah satu masjid tertua di Indonesia tersebut. (Rul)