Sosial  

FPKUB Sumenep, Adakan Dialog Lintas Agama sebagai Antisipasi Ideologi Transnasional

Sumenep, Labumi.id, Ideologi transnasional menyusun cara baru dalam bermasyarakat, mempengaruhi hubungan antar keluarga, ikut mengalih-ubah dan membentuk perilaku kehidupan sehari-hari. Tetapi yang paling parah adalah munculnya gerakan fundamentalisme dan radikalisme berbasis agama.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Forum Pemuda Kerukunan Umat Beragama (FPKUB), mengadakan Dialog Lintas Agama tahun 2019 sekaligus Pengukuhan anggota (FPKUB yang digelar di aula Hotel Utami, Sumenep, Jawa Timur, Sabtu (14/09/2019).

Dalam sambutannya Bupati Sumenep, A. Busyro Karim menyampaikan turunan ideologi transnasional yang paling nyata dirasakan oleh masyarakat adalah hadirnya alat komunikasi.

“Bayangkan, bagaimana tidak berbahaya ideologi transnasional ini, contoh paling nyata bangun tidur langsung pegang hp buka internet,”katanya dihadapan anggota FPKUB.

Kerukunan antar umat beragama tengah diuji dengan hadirnya ideologi ini. Termasuk tantangan besar terhadap ideologi pancasila, berbangsa dan bernegara. Benih-benih ideologi ini sudah mengartikulasikan dirinya dalam bentuk gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI.

Busyro berharap, FPKUB sebagai payung yang mewadahi kerukunan antar umat beragama di Sumenep harus memiliki inovasi agar bersama-sama melakukan infiltrasi terhadap ideologi transnasional yang akan mengancam kerukunan beragama ini.

“Jadi penting saling berkoordinasi dengan Pemkab, Kementrian beragama,”paparnya.

Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan, melalui inspektorat, kepegawaian, dan Kementrian Agama dan FPKUB sendiri. Sedangkan untuk para guru sekolah, dia memastikan masih aman, artinya tidak ada yang terjangkiti ideologi yang bertentangan dengan pancasila.

Kiai Mahfud Rahman, Ketua FPKUB Kabupaten Sumenep menambahkan kerukunan antar beragama saat ini masih kondusif dan tidak ada masalah. FPKUB sering koordinasi dengan cara mengagendakan dialog setiap 1 bulan sekali yang ditempatkan di kantor FPKUB. Tujuannya untuk mengantisipasi sekaligus membicarakan masalah kerukunan beragama.

“Selain itu, FPKUB juga mengadakan sosialisasi dan pembinaan di Kecamatan agar Indonesia tetap jaya, NKRI harga mati dan pancasila jaya itu yang harus kita pelihara bersama,” tambahnya.

Ia meyakini salah satu cara untuk mengantisipasi gerakan radikalisme dengan banyak melakukan dialog dan sosialisasi mengenalkan nilai-nilai agama yang toleran, tidak bertentangan dengan NKRI dan visi kemanusiaan.

“Meskipun di kota tampak tenang, kadang di pedesaan perlu diantisipasi. Maka dari itu diperlukan sosialisasi dan dialog,”jelasnya.

Harus diakui, bahwa tantangan lain yang perlu dihadapi generasi muda saat ini adalah munculnya fundamentalisme dan radikalisme berbasis agama. Hal ini bukan isapan jempol belaka, apalagi bila kita menengok temuan lembaga survei nasional terkait sikap dan pandangan pelajar serta guru agama yang cenderung bersikap intoleran.

Survei PPIM UIN Jakarta tahun 2018 misalnya, menunjukkan 63,07 % guru muslim memiliki opini intoleran terhadap agama lain. Ada pula survei dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) pada tahun 2011 yang menemukan bahwa 76,2% guru agama Islam setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia.

Rentetan peristiwa kelabu yang paling parah di tanah air adalah ekstrimisme sebagai tindak pidana terorismer. Seperti contoh kejadian pemboman di Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga. (Khairul Amin)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *