Polemik Megawati Jadi Ketua BRIN Dinilai Membuka Lebar Politisasi Riset Nasional


Labumi.id,
Bayang-bayang politisasi riset kini dinilai semakin terbuka lebar setelah Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Penilaian peluang politisasi dalam riset diungkap anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pada Jurnasdotcom. Menurut dia langkah Jokowi melantik Ketua Umum Parpol pengusungnya di Pilpres 2014 dan 2019 itu semakin membuka peluang terjadinya politisasi di dunia riset nasional.

“Menurut saya, terbuka lebar peluang politisasi riset. Ketua Dewan pengarah BRIN memiliki kewenangan besar, sebab bisa membentuk satuan tugas khusus,” ” papar Mulyanto, Rabu (13/10).

Mulyanto menilai dilantiknya Ketum PDIP semakin menjelaskan bahwa sepanjang sejarah pembangunan riset di Indonesia terjadi intervensi ideologi-politik di dunia riset dan inovasi.

Wakil Ketua PKS itu menegaskan sebelumnya para ahli telah meminta Presiden agar meninjau ulang kebijakan menjadikan Anggota Dewan Pengarah BPIP secara ex-officio sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Hal itu dilakukan semata untuk mencegah terjadinya politisasi riset di dalam BRIN.

Sayangnya yang diminta para ahli, tidak diperhatikan oleh Presiden Joko Widodo. Karena tetap melantik Ketua Dewan Pengarah BRIN dari Dewan Pengarah BPIP.

Langkah Jokowi, menurutnya terkesan terlalu memaksakan diri karena pembangunan riset dan inovasi sangat berbeda dari BPIP.

Politisi PKS ini lantas mengutip jurnal sains terkenal Nature, yang memaparkan soal kekhawatiran intervensi politik dalam BRIN yang dimuat dalam editorial tanggal 8/9/2021. Dinyatakan bahwa BRIN sebagai lembaga baru terpusat (super agency) dengan reorganisasi yang ambisius, namun tidak jelas rencana kinerjanya.

Mantan Sesmenristek di Presiden SBY ini merinci perihal peringkat inovasi Indonesia dalam laporan Global Innovation Index tahun 2021 (GII) yang semakin merosot.

Posisi Indonesia bertengger pada peringkat ke-87 dari 132 negara. Faktor yang terutama lemah adalah aspek “kelembagaan” yang berada di peringkat ke-107, di bawah Vietnam dan Brunei Darussalam.
“Indonesia hanya di atas Laos dan Kamboja di kawasan Asean,”ungkap Mulyanto.

Terjadinya campur aduk, tugas dan fungsi BRIN sebagai pelaksana sekaligus sebagai penetap kebijakan riset dan inovasi, bahkan juga menjalankan fungsi penyelenggaraan ketenaganukliran sekaligus keantariksaan.

“Jadi saya pesimis melihat hal mendasar itu, apa bisa terkonsolidasi kelembagaannya secara baik,”tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *