Kolom  

PESAN MODERASI: JAGALAH KELUARGAMU !

DAMANHURI [Pegiat Moderasi LPTNU Sumenep]

YANG TERSISA dari cerita dua peristiwa teroris di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri Jakarta akhir bulan April kemarin adalah perempuan dan milenial dengan sepucuk pesan pada keluarga masing-masing untuk menjaga ketakwaan dan kesalehan beragama.

Aksi terorisme Makassar yang melibatkan L sebagai suami dan YSF sebagai istri merupakan pasangan milenial yang usia perkawinannya baru 6 bulan. Peristiwa ini membuka memori lama keterlibatan keluarga dalam aksi serupa. Tahun 2018 adalah keluarga Dita Oeriarto atas tiga gereja di Surabaya, lalu di tahun yang sama Keluarga Tri Murtiono di Markas Polrestabes Surabaya. Tahun 2019 di kota Sibolga melibatkan keluarga Abu Hamzah dan di markas Polrestabes Medan melibatkan keluarga RMN, dan di tahun 2021 kita dikejutkan dengan peristiwa yang sama. 

Fenomena keterlibatan keluarga ini, berdasar riset 2016 yang dilakukan oleh Haula Noor, bukanlah sesuatu yang mengejutkan, karena keluarga memiliki peran langsung dan tidak langsung. Secara langsung, para pelaku memang berasal dari anggota keluarga itu sendiri yang sudah terpapar paham radikal atau ideologi ekstrem lalu mengajak anggota keluarga lainnya untuk terlibat. Secara tidak langsung, karena proses loyalitas di dalam keluarga tidak kuat, maka anak-anak mencari keyakinan radikalis atau ekstremis itu pada organisasi atau figur-figur karismatik di luar keluarga.

Rentannya kalangan milenial terpapar paham radikalis ataupun ektremis itu tidak lepas dari karakteristik umum yang melekat pada mereka. Sebuah riset tahun 2020 menyebutkan bahwa generasi milenial Indonesia itu ditandai dengan hal-hal berikut; kecanduan internet, memiliki loyalitas rendah, tidak acuh dengan politik, mudah beradaptasi, dan suka sharing. Kecenderungan sikap ini memudahkan mereka menerima paham-paham baru yang datang dari luar melalui media internet atau medsos yang diketahui menjadi senjata paling ampuh kalangan propaganda untuk menjaring pengikut-pengikut baru dan akhirnya bersedia menjadi “pengantin” dalam aksi bunuh diri. Apalagi para milenial ini sedang semangat-semangatnya mencari jati-diri sebagai bentuk penegasan identitas eksistensi mereka. 

Melindungi generasi milenial dari buaian radikalis dan ektremis bukanlah tugas mudah yang mesti diemban oleh keluarga. Pesan agama dalam QS. at-Tahrim (66): 06, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” adalah notifikasi yang diperuntukkan bagi para orang tua agar senantiasa mendidik, membimbing dan peduli pada anggota keluarganya. Lebih-lebih di era digital saat ini, di mana keluarga yang paling dekat bukan lagi orang tua tapi gadget,smartphone dan perangkat canggih lainnya dengan jaringan tanpa batas (bordingless) dan menembus pelbagai diskursus.  

Walhasil, menguatkan pernyataan Aristoteles, jika persoalan yang menyangkut paham radikalis, ektremis dan trans-nasional sudah dapat diselesaikan di tingkat keluarga (household) dan digantikan dengan paham moderasi maka persoalan negara (polis) akan dapat teratasi dengan sendirinya. Singkatnya, memodifikasi pernyataan Soekarno, “nasib sebuah bangsa ditentukan oleh keluarga”. 

Sampai di sini, mata kita jadi terbuka bahwa keluarga sedari dulu telah menjadi jalan keluar bagi proses perubahan. Islamisasi yang berlangsung damai dan masif di Nusantara berawal dari strategi dakwah dengan konsep keluarga melalui perkawinan dengan penduduk setempat oleh para pedagang Gujarat dan diteruskan oleh para wali. enkulturasi dan doktrinasi berjalan mulus penuh simpati dan hingga kini Islam Indonesia dikenal dengan sebutan smile Islam karena dilakukan dengan senyuman. Teranyar, fenomena ekonomi berbasis komunitas dasarnya adalah keluarga. Cina menjadi penguasa ekonomi karena ikatan kekerabatan yang terjalin di antara mereka. Islam hijrah juga melakukan hal yang sama, berkongsi sesama mereka saling menguatkan membentuk jaringan bisnis halal.

Mari kita rawat keluarga kita karena di sanalah surga sebenarnya berada (baiti jannati). Kebahagiaan, kehangatan, cinta dan kedamaian menjadi hiasan keseharian dan penopang kehidupan. Selamatkan keluarga dan salam moderasi. [ *]  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *