Jakarta, Labumi.id ; Indonesia termasuk kawasan yang rentan terjadi gempa dan tsunami. Peristiwa tragis di masa lalu bisa terulang kembali, karena alam selalu mencari keseimbangan dirinya.
“Keseimbangan itu membutuhkan pergeseran, pergerakan lempengan, sehingga timbul pelepasan energi gempa yang melebihi 8 skala richter,”kata Letjen Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNPB) kepada wartawan usai penanaman mangrove di Pantai Laguna Lembu Purwo, Kebumen, dalam rangka ekspedisi Desa Tangguh Bencan (Desatana), Selasa (30/07/2007).
Doni menceritakan bahwa ribuan tahun silam sudah pernah terjadi gempa dan tsunami yang terjadi berkali-kali dan berulang kali. Tapi yang paling, diantaranya tsunami di tanggal 19 Agustus 1997 di Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Jawa Timur. Kemudian tahun 1992, terjadi lagi di Flores, yang memakan korban sangat banyak. Ada lagi di Banyuwangi tahun 1994, dan tahun 2004 di Aceh, disusul berikutnya di daerah Enggano, Selat Sunda, Nias, Mentawai dan terakhir Pelabuhan Ratu.
Masyarakat harus selalu mawas diri bahwa Indonesia merupakan kawasan yang rentan dengan gempa dan tsunami, terutama mereka yang tinggal di pesisir Pantai Selatan.
Dalam himbaunnya perihal tsunami besar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang disebarkan melalui akun twiter BPBD DIY @Pusdalpos_diy, Kepala Pelaksana BPBD Bima Yuswanto menyatakan bahwa gempa dan tsunami bisa terjadi kapan saja yang tidak dapat di prediksi.
Dikutip dari Kompas.com, Biwara menyampaikan untuk menghadapi bencana besar yang perlu dilakukan ada dua upaya, yaitu mitigasi struktural dan non-struktural.
“Kalau struktural dengan cara membangun rumah tahan gempa, penataan ruang sekaligus mengedukasi masyarakat akan potensi gempa,”jelas Biwara.
Sementara yang non struktural lewat upaya pemahaman masyarakat kepada kondisinya saat gempa dan tsunami besar terjadi. (red)