Negosiasi KTT COP26 di Glasgow Capai Fase yang Alot  

Sumber Image diambil dari Getty Image

Labumi.id, Konferensi KTT COP26 di Glaslow sudah memasuki minggu kedua. Lusinan ilmuwan iklim, negosiator, dan ekonom dari seluruh dunia saling berbeda pandangan soal perubahan iklim yang hendak dikendalikan, terutama dalam kesepakatan pengurangan emisi.

Iimuwan menginginkan komitmen dari banyak negara, agar pada tahun 2050 pengurangan emesi sudah mencapai nol bersih. Jika hal itu tidak disegerakan, perubahan dalam dekade berikutnya akan mengalami krisis yang paling buruk.

Pemerintah harus setuju untuk “mengurangi emisi hingga setengahnya dalam 10 tahun ke depan”, kata Prof Mark Maslin, yang meneliti dampak manusia terhadap lingkungan di University College London.

Maslin menyampaikan argumennya pada perjanjian iklim Paris tahun 2015 mengikat negara-negara untuk mencapai nol bersih antara tahun 2050 dan 2100.

“Meski disadari untuk mencapai nol bersih tidaklah mudah. Karena akan berakibat kepada perubahan besar pada mode transportasi, manufaktur, persediaan makanan, konstruksi, dan hampir setiap aspek kehidupan,”paparnya.

Namun di antara lusinan ilmuwan yang hadir di konferensi ini berpikir, pada tahun 2050 sudah terlambat. Terutama jika negara-negara tidak mengurangi emisi secara drastis sebelum itu.

“Semakin lama anda membiarkannya, semakin sulit untuk menghasilkan nol bersih pada tahun 2050,” kata Prof Martin Siegert, yang meneliti perubahan gletser di Imperial College London.

Negara penghasil emisi besar seperti China dan Arab Saudi, telah membuat komitmen nol bersih – tetapi pada tahun 2060, bukan tahun 2050. Bahkan, kata dia salah satu penghasil emisi terbesar di dunia, India, baru akan mencapai nol bersih pada tahun 2070 atau sekitar 20 tahun kemudian.

Para ilmuwan mengatakan negara-negara harus mendaftarkan diri agar penanganan dini dilakukan. Lebih cepat akan lebih baik. “Kita harus mendapatkan konsensus internasional setidaknya secara prinsip seputar gagasan nol bersih pada tahun 2050,” kata Prof Siegert. “Jika itu bisa kita sepakati, setidaknya secara prinsipil apa yang kita pikirkan di Glasgow ini, akan menjadi langkah maju yang besar.”

Para ilmuwan mengatakan investasi dalam bahan bakar fosil sebaiknya memang harus dihentikan. Uang harus diinvestasikan kepada energi terbarukan seperti matahari dan angin.

“Perlu ada penghentian menyeluruh pada setiap investasi asing yang membangun dan mendukung pembangkit listrik tenaga batu bara atau teknologi fosil lainnya” kata Prof Malte Meinhausen, dari University of Melbourne.

Dan Dr Natalie Jones, spesialis risiko eksistensial di University of Cambridge, mengatakan negara-negara perlu merumuskan rencana dan kebijakan yang kuat tentang bagaimana mereka akan mencapai targetnya.

“Ini yang perlu dirumuskan sekarang,”kata Natalie. “Memiliki rencana di atas kertas, atau dalam undang-undang, memudahkan negara-negara untuk menepati janji,”.

Natali mencontohkan, seperti negara Inggris yang memiliki target pengurangan emisi yang relatif ambisius. Tetapi secara bersamaan telah mencoba membuka ladang minyak baru saat ini, hal itu dianggap tidak benar.

“Ilmu pengetahuan memberi tahu kita bahwa hal-hal ini pada dasarnya tidak sesuai,”tukas Natalie.

 

Sumber BBC News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *