Tak Ada Micin, Tapi Lepet Sumenep Diburu Pembeli

Labumi.id, Di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kuliner tradisional selalu ditemui ragam serta varian rasanya yang eklektik, tapi juga khas di lidah.

Panganan lepet misalnya, di setiap daerah di Indonesia sudah mengalami modifikasi terutama dari bahannya. Di sebagian daerah lepet yang terbuat dari beras ketan itu dicampur kacang, tapi tetap dimasak dengan menggunakan santan kelapa. Tapi di wilayah seperti Kecamatan Dungkek, Sumenep, panganan lepet ini hanya mempertahankan beras ketan, santan kelapa dan menyingkirkan kacangnya.

Tidak jelas bagaimana kacang ini bisa disingkirkan, tapi alasan yang paling tepat karena sulitnya budidaya kacang-kacangan di tanah tegalan seperti Madura. Meski alasan ini sesungguhnya tidak relevan untuk masyarakat di sana yang kadung mengenal lepet tanpa disertai kacang.

“Kacang hanya mengganggu rasa ketan yang gurih, Mas. Tapi dasarnya memang nendang ketika digigit walau tanpa penyedap rasa dan micin,” kata Mak Sa’adah salah satu pedagang lepet yang populer di daerah Dungkek.

Dia menceritakan suka duka sebagai penjual lepet. Menurut dia, leppet yang enak dan gurih dapat diperiksa dari bahan dasarnya. Jika santan kelapa yang dipakai baunya kurang enak sebaiknya jangan dipaksakan, begitu juga pada beras ketan yang digunakan.

“Jika beras ketannya kurang bagus, santanya agak bau hasilnya pasti hancur,” terangnya.

Dia bercerita rumus membuat leppet yang sebetulnya sederhana. Beras ketan harus dipilih yang terbaik, santan yang tidak bau, lalu pastikan juga adonan bumbu rahasia merata dan daun janur kuning yang dijadikan bungkus juga dipilih janur yang termuda.

Kenapa Mak Sa’adah memilih janur muda, agar ketika dimasak bentuknya tidak rusak, dan santan kelapa dalam ketan yang berpadu dengan aroma janur itu benar-benar ikut merangsang selera.

“Karena itu, harga janur muda di sini mahal, selain sulit mencarinya,”jelas Mak Sa’adah.

Ketika pesanan jumlahnya banyak, Mak Sa’adah mengaku selalu kesulitan mencari janur muda yang baik. Sebab tidak setiap hari janur muda bisa dipesan meskipun pohon kelapa jumlahnya tak terhitung. Justru banyak pemilik pohon kelapa tidak berkenan janur mudanya diambil karena khawatir pohonnya mati. Untuk itu kata Mak Sa’adah, biasanya gara-gara tak ada janur seperti yang dikehendakinya, terkadang dia harus rela tidak berjualan selama beberapa minggu, sampai datang seseorang yang bersedia menjual janurnya.

Ketika panganan leppet pesanan jumlahnya ratusan, bahkan sampai ribuan. Seringkali terjadi, kegagalan karena faktor tak adanya janur. Padahal, pembeli yang datang dadakan dari desa-desa tetangga ke rumahnya untuk memborong leppet  terkadang menunggu berjam-jam sampai leppet benar-benar matang. Mereka memaklumi, bahwa leppet yang enak akan dimasak selama berjam-jam dengan kayu yang apinya terus menyala konstan.

“Saya kasihan pada mereka kalau sampai tak kebagian, sudah menunggu berjam-jam,”katanya.

Asal diketahui, selain enak leppet Mak Sa’adah harganya memang murah jika dibandingkan dengan penjual lain, baik di pasar desa maupun Kecamatan, harganya hanya dipatok Rp.1000 setiap bijinya.

Anda yang penasaran pada leppet buatannya dipersilahkan memburunya sendiri. Agar tidak kesasar, sebaiknya anda mencarinya di Pasar Langit, Dungkek dan bertanya kepada siapapun di situ. (Fa)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *