Labumi.id, Ketua Dewan Kesenian Sumenep (DKS) Turmidi Djaka ditunjuk menyampaikan orasi Budaya dalam acara Sekolah Fiksi dan Workshop Sastra Pertunjukan di Aula lantai III STKIP PGRI Sumenep yang digelar UKM Sanggar Lentera, Minggu 3 Juli 2022.
Dalam orasinya Turmidi Djaka menggelorakan semangat pertanian sebagai titik pijak kesadaran budaya dan peradaban bangsa. Pertanian harus jadi penggerak kesejahteraan bangsa sekaligus pendorong menuju kesejahteraan masyarakat yang makmur.
“Tantangan perubahan dunia global yang semakin kompleks, pemerintah dan masyarakat ditantang untuk menemukan produk-produk unggulan yang berdaya saing,”kata Turmidi Djaka.
Pertumbuhan daerah dan pemberdayaan masyarakat dengan pertanian yang maju seiring dengan perhatian pemerintah yang besar untuk memajukan pertanian. Sayangnya kenyataan itu justru tak sebanding dengan harapan yang dimimpikan para petani. Rendahnya pendapatan petani dan minusnya kesejahteraan meraka jadi bukti betapa sektor ketahanan pangan ini masih rapuh.
“Fenomena urbanisasi di Sumenep dalam beberapa tahun belakangan, menjadi fakta bahwa rasa dan ikatan mereka kepada tanahnya sudah tak ada lagi. Mereka memilih pergi ke Jakarta mencari penghidupan yang lebih menjanjikan dengan menjaga warung-warung kelontong,”tuturnya.
Menurut Pemilik Tabun Arts Edu Culture ini urbanisasi sebagai dinamika sosial nyaris samar dengan kenyataan yang membuktikan ketidakmampuan menjadikan pertanian sebagai ujung tombak peradaban.
Sementara Waka 3 STKIP PGRI Sumenep Moh. Fauzi ikut menegaskan bahwa yang disampaikan Ketua Dewan Kesenian Sumenep merupakan fakta yang harus diharus dihadapi dan dicarikan jalan keluar.
“Ini adalah tantangan bersama yang menuntut para generasi four point zero sekarang cakap dalam banyak hal. Skil manusia yang ditopang oleh tekhnologi komputasi harus menyelamatkan manusia, termasuk penemuan-penemuan baru agar manusia tak tercerabut dari tanah dan akarnya,”jelasnya.
Dalam dunia yang sudah berubah tersebut, menurut Moh. Fauzi yang ditingkatkan adalah soft skil, kesadaran dan kemampuan dalam berjejaring. Jadi tidak ada lagi perseteruan dan mempertajam kubu-kubu, karena hal itu dia anggap sebagai satu ironi yang dapat mengganggu kerja-kerja produksi bersama yang berdampak positif kepada masyarakat.