Rayakan Miladnya yang ke-8, Komunitas KIPAS Indonesia Puas dengan Hasil Survei Memuaskan

Labumi.id, Hari ini, 11 Maret, sudah 8 tahun lahirnya suatu model metodik KIPAS sejak ditetapkan tahun 2013 silam di Universitas Negeri Malang (UM).  

Sedang organisasi bernama Komunitas KIPAS Indonesia (Ku-KIPAS-In) usianya baru 4 tahun, lahir pada tanggal 28 Februari 2017. Komunitas ini beranggotakan para peneliti budaya yang terkait konseling KIPAS, terdiri dari mahasiswa pasca serta dosen Prodi Bimbingan Konseling.

Memperingati miladnya di masa pandemi tahun ini, Komunitas KIPAS Indonesia meluncurkan survei angket di google form yang ditujukan kepada sejumlah pakar, praktisi serta peneliti, konselor maupun guru BK di seluruh Indonesia. Bahkan beberapa diantaranya dari luar negeri, seperti negeri Jiran, Malaysia.

“Karena tujuannya untuk mengetahui diterimanya konseling KIPAS baik di dalam negeri dan luar negeri. Ternyata hasilnya cukup memuaskan, sebab animo para insan BK terhadap konseling model KIPAS ternyata sangat tinggi,”papar Prof Andi Mappiare.

Menurut dia, semua responden menyatakan telah berlatih dan mempraktikkan kekhasan konseling model KIPAS yaitu berpikir positif, bersikap positif, dan berkata-kata positif. Banyak pula yang berlatih atau mempraktikkan perluasan relasi (sahabat) dan penguatan interaksi persahabatan. Tidak sedikit pula responden yang sudah berlatih dan mempraktikkan ketiga gugus KIPAS yaitu konseling krisis/fasilitatif (G-1), konseling prevenif dan secondary prevention (G-2), dan konseling perkembangan (G-3).

KIPAS merupakan satu model pendekatan dalam disiplin ilmu konseling yang berbasis budaya nusantara dan khas Indonesia. Model ini diinisiasi oleh guru besar Universitas Negeri Malang (UM) Prof. Dr. Andi Mappiare,AT., M.Pd.  

KIPAS sendiri merupakan akronim dari Konseling Intensif Progresif dan Adaftif terhadap Struktur. Beberapa pakar menyebutnya sebagai ranah keilmuan yang hibridal. 

Prof Andi menegaskan bahwa ilmu konseling, sedikitnya memiliki tiga terma kajian yang sangat urgen bagi profesi konseling, karena memiliki pertautan budaya dan konseling. 

“Pertama, konseling adalah produk budaya. Kedua, konseling adalah produsen budaya. Sedangkan yang ketiga, konseling adalah forum perjumpaan budaya,”jelasnya dalam teks pidato pengukuhan guru besar.

Dia juga menyatakan sebagai satu model pendekatan yang khas, sudah dua tahunan ini metode KIPAS diajarkan kepada mahasiswa dan masuk sebagai bagian dari struktur kurikulum Prodi S1 Bimbingan dan Konseling FIP UM, status elective courses bernama Konseling Model KIPAS; teori 2 SKS serta praktikum 2 SKS.

Namun, selama masa pandemi ini, KIPAS fokus pada rancangan dan penerapan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk matakuliah Konseling Model KIPAS, teori dan praktikum. Jadi berbeda dari sebelum Pandemi, yang sering dilakukan seminar dan pelatihan, serta acara Kelakar Budaya oleh para peneliti budaya terkait konseling model KIPAS. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *