Sosial  

Peristiwa Gorang-Gareng, Pembantaian Keji PKI Kepada Para Kiai dan Santri

Labumi.id, Peristiwa banjir darah di Gorang-gareng yang terjadi tanggal 18 September, 72 Silam merupakan petaka terburuk dan keji dalam sejarah bernegara yang dialami bangsa Indonesia.

Tak terbilang, berapa banyak kiai dan santri yang nyawanya melayang sia-sia ditangan PKI. Mereka jadi korban keganasan, serta kebrutalan PKI. Kiai dan santri menjadi sasaran utama yang diincar karena mereka dianggap sebagai oknum yang paling bertanggunjawab atas gagalnya pendirian Republik Soviet di Indonesia.

Kesaksian KH. Rokib, Imam Masjid Jami’ Baitus Salam di Kabupaten Magetan yang diulas banyak sumber, seperti buku Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948 yang dirujuk laman g30s-pki memperlihatkan kebengisan partai komunis ini kepada orang beragama, terutama Islam. “Jika masih ada orang yang menjalankan shalat, PKI merasa sangat terganggu. Sikap tak suka pada agama seringkali diperlihatkan PKI dengan kata-kata sinis, bahkan tindakan yang memancing provokasi,”ungkap KH Rakib.

Menurut dia, orang beragama Islam seringkali dihubungkan PKI sebagai anteknya Masyumi, sehingga banyak guru-guru ngaji yang tidak paham soal politik jadi korban.

Rokib bercerita, ketika suatu malam di bulan September, sekira pukul 19.00 wib pasukan PKI menggerudug rumahnya, mereka hanya menemukan dirinya. Keluarganya sudah terlebih dahulu diungsikan ke luar kota, jauh dari hikuk pikuk ancaman PKI.

“Saya lalu dikumpulkan bersama tawanan lainnya, bersama tawanan yang tidak saya kenal di daerah Bangsri- masih kawasan Magetan dengan cara tangan diikat renteng bersama tawanan lain, disekap selama satu minggu,”papar Rokib.

Ketika suatu hari datang anggota PKI yang membawa daging lembu, sesaat tawanan jadi sepi. Mereka rupanya tengah melangsungkan pesta kecil dan minuman keras. Malam itu, ternyata adalah tanda dipindahkannya semua tawanan ke daerah Gorang-gareng yang jauhnya kurang lebih 12 kilo meter dari Bangsri.

Sepanjang jalan, menurut Rokib PKI banyak melakukan perampokan, kekerasan dan menyeret para penduduk yang tidak bersalah dijadikan tawanan. Sehingga tawanan yang bersamanya semakin banyak.

“Para tawanan dijebloskan ke dalam rumah-ruma loji di asrama pabrik gula gorang-gareng, sekarang pabrik gula Rejosari itu. Satu kamar, yang berukuran 4×4 meter diisi antara 40 sampai 45 orang tawanan. Tapi saya, bersama 18 orang tawanan yang semula diikat dilepaskan, dan dimasukkan ke dalam kamar paling kecil berada di paling ujung. Kami semua berjejal-jejal di dalamnya, ”kata Rokib.

PKI yang sudah mulai terdesak oleh pasukan pembersih Siliwangi, semakin bertindak membabi buta dan melakukan penembakan kepada para tahanan secara bergantian dari luar tahanan. Penembakan berlangsung dari pukul 09.00 hingga pukul 11.00. “Ketika pasukan Siliwangi datang mengusir PKI, dan mendobrak pintu-pintu rumah loji yang dijadikan tahanan. Darah tahanan mengenang hingga mata kaki,”papar Rokib terbata-bata. (Red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *