Sosok  

Pelestari Bahasa dan Sastra Berduka, Penyair Banjar ini telah Tiada

Labumi.id, Duka mendalam bagi para pegiat pelestari bahasa dan sastra daerah. Jamaluddin atau akrab dengan sebutan Jamal T Suryanata telah berpulang kepangkuan-Nya.

Kabar meninggalnya penerima Anugerah Rancage Tahun 2022 ini berseliweran di media sosial dan beberapa GWA pegiat sastra tanah air. Di GWA Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) dimana penyair Banjar tersebut berada di dalamnya  dipenuhi ungkapan bela sungkawa.

“Innalillahi… Selamat jalan, Jamal. Kamu orang baik. Moga kamu dapat tempat terbaik di sana,”tulis Arif B Prasetyo dengan sangat sedih.

“Lembar-lembar sejarah kami akan mencatat hadirmu dalam hidup kami, kawan. Selamat mudik, kembali ke kampung halamanmu yg plg awal.
Buatlah sajak2 utk menghibur kami yg akan selalu kehilangan dirimu,”papar Manneke Budiman tak kalah harunya.

Jamal T. Suryanata lahir pada 1 September 1966 merupakan Kepala Bidang Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan pada Badan Kesbangpol, Provinsi Kalimantan Selatan.

Ia dikenal dan produktif melahirkan karya sastra dalam bahasa Indonesia dan Banjar sejak tahun 1990-an. Karya-karya Jamal telah tersebar di media massa, disamping dalam  bentuk buku dan antologi bersama.

Diantara karyanya Galuh (2005), Bulan di Pucuk Cemara (2006), Bintang Kecil di langit yang Kelam (2010), Debur Ombak Guruh Gelombang (2010) Kitab Cinta (2014), Sastra Banjar (2014) dan Pengkajian Drama (2016). Sedangkan Sastra di Tapal Batas (2012), terpilih sebagai pemenang hadiah Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) dari Pemerintahan Malaysia pada tahun 2016.

Jamal T Suryanata sendiri merupakan alumni MASTERA angkatan 1999. Satu angkatan diantaranya dengan Jamal D Rahman, dan Arif B. Prasetyo.

Diketahui Jamal menghembuskan nafas terakhir pada, Sabtu, 4 Februari, pukul 06.00 Wita di RSU Hadji Biejasin gara-gara darah tinggi dan stroke.

Dari beranda FB nya, yang dia tulis 5 hari lalu, ia seperti meramalkan maut sebentar lagi datang menjemputnya. Begini bunyi tulisannya :

Suatu ketika di suatu masa,
hanya bayang yg masih mengambang.

Ada yg datang, ada yg pergi,
ada yg bertahan, ada yg kembali.

Waktu boleh berganti, arah angin bisa berubah,

tapi lembar2 sejarah akan mencatat semuanya.

“Tdk ada yg tetap, kecuali perubahan.
Yg tetap adalah perubahan itu sendiri,”
ujar Heracletos lebih 2.500 tahun yg lalu.

Jangan takut dan jangan pernah kecewa,
kita adalah pelaku dan saksi sejarah itu.
Perubahan adalah keniscayaan.

“Panta Rei,” kata Heracletos pula.
Ya, segalanya mengalir ….

Selamat jalan, wahai penyair, terang jalanmu ke surga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *