Oleh : Damanhuri~Direktur Madrasah Moderasi PC NU Sumenep
Sejarah tidak lahir dalam ruang hampa, perjalanan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kini telah memasuki usia ke-62 tahun. Setelah melalui proses negosiasi yang alot akhirnya pada tanggal 17 April 1960 menjadi momentum penting ditetapkannya PMII sebagai organisasi mahasiswa underbouw Nahdlatul Ulama (NU).
Keberadaan PMII sebagai sebuah wadah organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan NU mencerminkan suatu pola perjuangan yang sama apakah dalam hal keber-Islam-an ataupun keber-Indonesia-annya. Dimensi religius dan nasionalisme menjadi pemantik gagasan bagaimana organisasi ini akan berkontribusi dalam mentransformasikan dirinya dalam peradaban (seperti tema yang diusung dalam harlah ke-62 saat ini).
Seperti yang termaktub dalam makna filosofisnya, PMII mengambil semangat ‘gerakan’ (al-harakah/movement) yang menunjukkan suatu hal dinamis, progresif dan positif. Seperti pernyataan KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, “Taharrok fa inna fi al-Harakat al-Barakah, wa inn al-Barakah fi al-Harakah, wa al-Harakatu fiiha al-Barokah.” (Bergeraklah, karena di dalam pergerakan ada berkahnya. Sesungguhnya berkah itu ada dalam setiap gerakan. Dan setiap gerakan tentu ada berkahnya). Atas dasar filosofi ini, aksi-aksi yang dilakukan oleh PMII dalam rentang waktu berjalan selama tiga orde bangsa ini, dari orde lama (1945-1968), orde baru (1966-1998), orde reformasi (1998-sekarang), dengan wajah dan polarisasi kekuasaannya masing-masing telah ikut membentuk respons dan negosiasi organisasi ini dalam bersikap dan mencari solusi terhadap persoalan dasar bangsa ini.
Seperti yang termaktub dalam nilai-nilai dasar perjuangannya, organisasi ini mengusung nilai kemerdekaan/al-hurriyah, persamaan/al-musawa, keadilan/‘adalah, toleran/tasamuh, daman/al-shulh. Nilai-nilai dasar tersebut menjadi manhajul fikr (kerangka-nalar) dan manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (kerangka perubahan sosial) di mana gerak-langkah organisasi dapat direkam dalam sejarahnya. Momentum terbesar kontribusi PMII adalah di saat melengserkan rezim orde baru dengan ‘student-power’ nya bersama organisasi mahasiswa lainnya. Kekuatan orde baru yang bertumpu pada tiga poros utama, yaitu militer, birokrasi dan Golkar (biasa disingkat dengan ABG) tidak berdaya dengan aksi-aksi massal yang bergelombang dari para mahasiswa di penjuru negeri. PMII telah bersikap tegas terhadap kekuasaan korup dan mengambil jarak dengannya.
Saat ini, di era reformasi kekuasaan tidak lagi terpusat di pucuk kekuasaan (centered-power) tapi tersebar (distributed-power) yang memunculkan pemodal besar dan para oligarki yang berusaha mengendalikan negeri. Wajah baru kekuasaan ini tentu berpengaruh besar pada paradigma gerakan PMII sendiri. Terjadi polarisasi antara sahabat (sebutan khas kalangan PMII) idealis dan sahabat-pragmatis. Polarisasi ini terjadi karena kekuasaan sudah ‘dekat’ dengan sahabat PMII. Beberapa anggota atau senior PMII telah menjadi bagian penting dari pemerintahan ini sehingga perjuangan akan terasa tambah berat ketika harus mengelola kekuasaan ini untuk kepentingan masyarakat dan kemakmuran bangsa.
Namun PMII tetaplah organisasi yang harus setia pada perjuangan dan ide-ide dasar kelahirannya. Di tengah himpitan kepentingan dan kekuasaan maka tentu kita tidak boleh abai terhadap rasa keberislaman kita yang moderat karena dasarnya adalah ahlu sunah wal jamaah dan nasionalisme kita karena dasarnya adalah hubbul wathon dan revolusi jihad. Dengan selalu mengingat ini dalam darah juang kita, maka yakinlah PMII akan tetap berkibar dengan tangan terkepal dan maju ke muka. Selamat Hari Ulang tahun ke-62, “Tranformasi Gerakan, Merawat Peradaban”.
(Catatan Kecil yang disampaikan dalam Ngaji Sejarah yang diselenggarakan oleh Aliansi Kopri Rayon PMII Komisariat Guluk-Guluk Sumenep Jawa Timur Masa Khidmat 2021-2022, tanggal 16 April 2022)