Labumi.id, Sejarah G30S/PKI dikenal sebagai peristiwa berdarah, tak akan menguap dari memori kolektif masyarakat. Peristiwa tersebut meski terlalu sadis bila dikenang, tetapi melupakannya sama dengan kita kurang siap mempelajari kehidupan yang terbaik di masa sekarang.
Menyikapi keadaan ini mahasiswa memberikan penilaian berbeda, terutama terkait santernya isu PKI hari ini.
Ketua BEM STKIP PGRI Sumenep, Nur Hayat menilai isu G30S/PKI sebagai hal yang wajar. Setiap tanggal 30 September, menurut dia masyarakat secara otomatis mengenang sejarah gelap bangsanya. Pemberontakan berdarah terjadi dibeberapa daerah dirancang PKI untuk merebut kemerdekaan yang sah dan menggantinya kepada negara repulik Indoneisa Soviet.
Masyarakat kecil, petani, santri, bahkan kiai jadi korban akibat pembantaian PKI. “Korbannya bukan para santri, kiai, tetapi para dewan jenderal,”ujar dia.
Meski PKI telah membantai ratusan santri, kiai, namun masyarakat tidak perlu mencemaskan keadaan itu. Sejarah harus dipegang sebagai landasan, tidak untuk ditakuti. Melainkan harus jadi pelajaran bersama agar menuju hari depan lebih baik lagi.
“Para pemuda dan generasi bangsa harus mencatat sejarah itu, tapi tidak perlu takut akan sejarah itu,” kata dia.
Jika praktik ideologi komunis bangkit lagi di Indonesia, negara sudah memilik TAP MPR. Hal ini pastinya, kata dia ideologi tersebut tidak boleh menyalahi apalagi sampai melanggar undang-undang. Indonesia merupakan negara konstitusional yang berkekuatan hukum tetap.
Sementara Ketua Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep melihat bahwa isu PKI yang muncul sebagai tunggangan politik saja.”Sekarang banyak isu dikaitkan dengan peristiwa di masa lalu. Saya membaca ini semua sebenarnya hanya tunggangan politik saja. Ada kepentingan dibalik ini sehingga perlu ada kambing hitam,”kata Ebid.
Menurut dia isu PKI harus ditanggapi dengan kepala dingin. Meski faktanya sejarah gelap PKI dan komunisme sudah mendarah daging bagi masyarakat. Sama mendarah dagingnya dengan praktik korupsi yang juga mengakar tanpa solusi.
“Intinya, semua ini harus kita hadapi bersama dan cara menghadapinya jangan sampai terpancing oleh keadaan,”ungkap dia. (Khairul Amin)