LPH Sumenep, Belajar Diantara Pusaran Korupsi The Bellezza

Sumenep, Labumi.id, Paparan pembacaan yang dilontarkan Ketua Lembaga Pembela Hukum (LPH) Sumenep Abdul Wahed dihadapan sejumlah aktivis, wartawan dan pegiat hukum dalam acara Kongkow Hukum bersama Artidjo Alkostar, Selasa (20/10/2019) pukul 19.30 di Cafe Madurama Jl. Setiabudi, Kolor, Sumenep membuka cara pandang baru melihat praktik kekuasaan di Sumenep yang di kelola secara korup.

Menurut Wahed Kasus PT. Wira Usaha Sumekar Kabupaten Sumenep tentang pengelolaan PI Migas yang merugikan Negara sebesar USD 203.630,05 dan Rp 4.435.290.317,58 masih menyisakan banyak pertanyaan, karena proses hukumnya berhenti hanya dengan dua tersangka, padahal cukup banyak oknum yang terlibat di dalamnya.

Rilis yang dipaparkan Wahed menyebutkan jika kronologi rencana korupsi atas Participating Interest (PI) Migas ini dimulai dari Sitrul Arsyih Musa’i, S.Ag yang kemudian jadi terdakwa. Dia melakukannya tidak seorang diri, sepertinya rencana itu sudah dirancang sejak Sitrul diangkat sebagai Direktur Utama PT. WUS.

Peran Sitrul dan Ahmad Fauzi

Ketika Sitrul berangkat ke Jakarta bersama Suprayogi (Komisaris PT. WUS) untuk membuka rekening (USD) dan rekening (Rp) di Jakarta untuk menampung dana PI, rencana buruk sudah berlangsung. Dalam aksi itu, selanjutnya Sitrul menghubungi Achmad Fauzi untuk bertemu di di gedung konsultan PT. WUS (PT. GMA Madura Investama) yang berada di gedung Bellezza.  Ahmad Fauzi menemuinya dan memberikan foto copy KTP nya sebagai persyaratan membuka rekening di Bank Mandiri Jakarta.

Pada saat itu juga Sitrul, Ahmad Fauzi, Suprayogi, dan Ariyadi Subandrio (Direktur PT. GMA Madura Investama) mendatangi Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau di Jakarta untuk membuka rekening, namun oleh pihak Bank ditolak karena alamat kantor PT. WUS tidak beralamat di Jakarta, melainkan sudah ada di Sumenep.

Rencana tersebut tidak berhenti di situ, mereka lantas mengakali dengan membuat surat yang ditujukan kepada Dewan Komisaris PT. WUS tertanggal 1 Juli 2011 perihal permohonan persetujuan pendirian kantor perwakilan di Jakarta atas permohonan tersebut Komisari PT. WUS membalas surat tertanggal  4 Juli 2011 tentang Persetujuan Pendirian Kantor Perwakilan Di Jakarta ditandatangani oleh Suprayogi, namun semua ini tanpa sepengetahuan Komisaris Utama PT. WUS.

Berdasarkan surat persetujuan tersebut dibukalah Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta berdomisili di The Bellezza Office Walk Lt. 2 Unit No. 11 A dan 11 B. Jl. Letjen Soepeno No. 34 Arteri Permata Hijau Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Kota Administrasi Jakarta Selatan. Pada tanggal itu juga (4 Juli 2011) ditunjuklah Ahmad Fauzi sebagai Kepala Kantor Perwakilan PT. WUS di Jakarta dan pembuatan rekening (USD) dan Rekening (Rp) di Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau di Jakarta berjalan mulus dengan specimen tanda tangan Ahmad Fauzi dan Sitrul.

Sebelumnya PI ditransfer ke Rekening (USD) PT. WUS di Bank Mandiri Sumenep, selanjutnya dari Desember 2011 s/d Desember 2015 PI ditransfer kerekening (USD) PT. WUS di Bank Mandiri Jakarta, dimana setiap pencairannya harus ada tanda tangan Ahmad Fauzi dan Sitrul. Pada periode itu PT. WUS tidak pernah melaporkan PI yang diterimanya dengan alasan pada periode 2013 – 2014 tidak mendapatkan PI, karena ada kerusakan MOPU (Infra Struktur Pengeboran).

Kejanggalan lain juga mengenai peminjaman modal kepada pihak lain yang dibahas pada RUPS tahun 2011, tiba-tiba dalam isi dokumen RUPS tertera nama PT. Mahasa Madura Investama (PT. MMI) (Ahmad Fauzi sebagai Direktur Utama PT. MMI) masuk sebagai pemegang saham PT. WUS, dengan adanya PT. MMI di dalam dokumen RUPS tahun 2011 beberapa yang berkewajiban menandatangani dokumen tersebut, tidak menandatanganinya.

Penolakan tandatangan dilakukan dengan alasan pertama, karena tidak dibahas pada RUPS 2011, dan yang kedua, melanggar Peraturan Daerah Pemkab Sumenep No. 4 Tahun 2008 tentang Perseroan Terbatas Wira Usaha Sumekar. Sebab pembelian saham melebihi ketentuan Perda, ini akan menyebabkan perubahan status BUMD pada PT. WUS menjadi bukan BUMD lagi. Sayangnya kebijakan itu tetap dijalankan dengan Surat Perjanjian Nomor : 001/WUS-MMI/VII/2011 yang ditandatangani oleh Sitrul Arsyih selaku Direktur Utama PT. WUS dan Ahmad Fauzi selaku Direktur Utama PT. MMI.

Temuan BPK pada tahun 2013, terkait pembelian saham yang melanggar aturan, agar dikembalikan kepada PT. MMI atas pembelian saham. Hal itu dilakukan sehingga pembelian saham sesuai aturan Perda. Sementara dari pengakuan bagian keuangan tidak ada aliran dana yang masuk ke rekening PT. WUS atas pembayaran saham yang dibeli oleh PT. MMI.

Disisi lain PT. MMI beberapa kali sudah pernah menerima kucuran dana dari PT. WUS. Diantaranya pembayaran talangan kontrak yang ada di Jakarta, talangan pembayaran jasa konsultan, dan penerimaan deviden. Padahal laporan keuangan PT. WUS mengalami kerugian mulai dari tahun 2012 – 2014.

The Roots of all evils

Korupsi merupakan sumber segala bencana dan kejahatan. Ia disebut sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes). Edgargo Buscaglia dan Maria Dakolias mengatakan perang melawan korupsi sebagai tugas utama yang harus dibereskan di masa reformasi ini. “Mustahil dapat mereformasi suatu negara, jika korupsi masih merajalela,”kata mereka berdua dalam bukunya yang populer, An Analysis of the Causes of Corruption in the Judiciary.

Sementara menurut mantan Ketua Muda Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar tindakan koruptif sedianya yang melawan hukum. “Menyalalahkan kewenangan, memperkaya diri sendiri atau korporosi dan merugikan keuangan negara,”papar Artidjo menegaskan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *