Hastag  

Ini Penjelasan Mengapa Dengan Banyak Makan, Manusia Semakin Merusak Bumi

Labumi.id, Ironi paling tengik yang dilakukan manusia adalah syahwat makannya yang tidak bisa ditolerir. Bahkan, frasa bal hum adlall di dalam kitab suci al Qur’an merupakan gambaran paling tepat dari kebuasan manusia. Meskipun memiliki akal dan berpendidikan tinggi, namun sulit mengelak dari kebiasaan buruknya yang gandrung merusak alam.

Faktisitas kerusakan paling besar dilakukan manusia di muka bumi di mulai dari meja makan, kok bisa?

Faizi menunjukkan fakta-fakta ironik ini ketika bedah bukunya yang teranyar ‘Merusak Bumi dari Meja Makan’ di Kancakona Café, di Jalan Jokotole, Selasa, (18/02/2020) pukul 20.00 Wib.

Persoalan makan menurutnya, bukan persoalan remeh temeh. Pada saat jumlah penduduk bumi mencapai 7 miliar lebih hari seperti ini, sementara produksi bahan pangan dan lahan pertanian terus berkurang. Petaka baru akan datang ketika teroka jadi hal yang niscaya. Alam liar harus dibabat, kemudian deforestasi serta hancurnya keanekaragaman hayati akan diterima sebagai kenyataan logis.

Faizi juga menyajikan fakta buruk dari limbah makanan. Melalui Elizabeth Royte dalam National Geographic yang memaparkan limbah makanan yang dibuang orang jika dikumpulkan akan jadi sebuah negara dan akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga sesudah Tiongkok dan Amerika Serikat.

 

Fakta lainnya seperti laporan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN) yang diambil dari buku The Water We Eat mengenai kemubaziran penggunaan air. Karena, seperti dituliskan Faizi, tenyata yang paling banyak menggunakan air nyatanya pengolahan produk makanan yang mencapai 92 persen. Sedangkan 3,6 persen baru dipakai untuk keperluan rumah tangga, seperti mandi dan sikat gigi. Limbo makanan yang tidak habis dan dibuang ke tempat sampah, semakin menambah daftar kemubaziran karena air yang dipakai jadi sia-sia.

“Padahal yang mubazir dalam agama kita kan dilarang. Sehingga di Madura kalau makan tak boleh ada remah yang jatuh dan tersisa. Sisa butiran nasi yang jatuh tidak termakan dianggap akan menangis. Ini kearifan orang dulu, sebab nasi untuk sampai ke meja makan melalui rantai yang panjang. Melibatkan ratusan, bahkan ribuan orang. Sedangkan dibagian lain, banyak yang kekurangan makan,”jelasnya.

Selain fakta-fakta di atas, Faizi juga menegaskan mengenai sampah plastik yang jadi ciri manusia modern dan membahayakan bumi karena sulit diurai. Dari meja makan, selalu ada plastik yang ditinggalkan, sedotan, gelas air dalam minum kemasan.

“Kita luput berpikir bahwa selalu ada rantai proses makanan yang sampai ke meja kita, seperti nasib potongan kentang yang dikirim dari Dieng Wonosobo, atau Pasuruan yang haru berakhir tragis di bak sampah. Atau seperti PLTU yang batu baranya dikeruk dari dasar perut bumi,”tutup Faizi. (Bintang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *